Oleh Rico Putra
Sejatinya aku tetap di sini
Tidak pergi, apalagi berlari meninggalkan
Sebab terlalu kering atau seribu sebab lainnya;
Begitu juga kau
Berdansa dan menari;
Tidak di mana-mana
Jangan sebut itu lagi
Atau berkata sekali ini saja
Kutahu kau yang tentu, waktu tidak bergerak mundur
Kita saling dan berdamping;
Selalu ke mana-mana
Jika aku yang terlambat di waktu yang meninggalkan ini,
Bersamaan periginya yang tidak henti menuntut abadi
Izin kusemat waktu; mengenangmu bersimpuh, di beduk lima waktu,
Di waktu berdua saja denganmu
Ramadhan ini
Jika makan siang di hari Ramadhan,
Adalah manisnya senyum perempuan,
Tentu saya telah duluan berbuka
Kenapa coba?
Ramadhan ini (2)
Sama dengan sebelumnya
Pedasnya cabai yang dibicarakan ketika buka puasa, tentang takjil-takjil yang keburu asem terjemur dari sore atau panas yang terik mengupas dahaga menghabiskan ludah untuk berbincang ngabuburit asyiknya di mana dan buka bersama nanti cocoknya pakai apa serta bawaan mana yang cocok di bawa mudik
Telah manis dalam secangkir es teh yang di seduh santai di taman belakang rumah sambil menghitung tinggal berapa lama lagi kita berkesempatan bersama.
Berbuka dengan yang manis
Cerdas cermat
Ada yang kandas meski berbakat, ada yang waswas walau kian cepat;
Pencet gas pedulikan tempat
Di sini kita dulu sebelum ke sana kita tempuh, di sini juga kita ampuh setelah di sana kita teguh;
Beri tuju tempat lalu
Lampu jalanan seperti cemburu, lihat saja bulan malam itu malu-malu
“denganmu kita adalah peluru”
Sepasang harapan itu membuang ragu, tanpa pamrih dan permisi mereka menuju
“kami tampil apa adanya,
Tidak mau ada yang ketiga di antara kami berdua
Baik laki-laki maupun perempuan”
Malam itu mereka menang,
Meski harus kalah oleh Subuh yang datang sembunyi-sembunyi di balik telekung tipis kekasihnya itu
Posting Komentar