Filsafat Humanisme Nurcholish Madjid dan Relevansinya Terhadap Kehidupan
lajurinfo.my.id/ Humanisme berasal dari kata humanitas yang kemudian diberi akhiran isme menjadi humanisme yang menunjukan istilah aliran atau paham. Dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer, humanisme adalah paham yang mempunyai tujuan menumbuhkan rasa perikemanusiaan dan bercita-cita untuk menciptakan pergaulan hidup manusia yang lebih baik.
Humanisme adalah sebuah aliran kefilsafatan yang menempatkan “kebebasan” manusia, baik berfikir, bertindak dan bekerja. Secara sederhana, humanisme dapat dipahami sebagai upaya meneguhkan sisi kemanusiaan. Humanisme juga dipahami sebagai jalan keluar mengenai masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.
Dalam pemikiran kefilsafatan manusia dipahami sebagai subyek dan sekaligus obyek. Interaksi antara sesama manusia, interaksi manusia ketika berhadapan dengan alam sekitar dan Sang Pencipta dianggap sebagai kekuatan lebih dan utama yang melahirkan berbagai macam pemikiran tentang siapa itu manusia. Orientasi alam pikiran manusia pada masa Yunani Kuno bertumpu pada kosmis “kosmosentrise”. Dari pola pikir inilah muncul pemikiran bahwa segala sesuatu yang ada berawal dari sebuah titik dari bagian alam, air, api, udara, bahkan atom awal mula sebagai sebuah cikal bakal dari adanya kehidupan.
Pada abad pencerahan Humanisme sekuler meyakini bahwa Tuhan tidak ikut campur dengan urusan manusia yang ada di dunia, keyakinan ini membuat mereka mengabaikan kehadiran Tuhan. Tuhan bagi mereka hanyalah imajinasi yang tak sampai oleh akal manusia. Para humanis sejak masa Voltaire, seperti Thomas Paine, Karl Marx, Paul Kurtz. Mereka secara fundamental menentang agama, mereka melihat agama sebagai sumber dari hampir semua masalah di dunia. Bagi mereka, orang-orang relijius itu bersifat otoriter, fanatik dan tahayul. Mereka lebih peduli kepada kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia sekarang ini.
Namun Islam memandang bahwa Manusia hidup di bumi ini tidak lain mengemban amanat Tuhan sebagai khalifah-Nya yang memiliki seperangkat tanggungjawab, dalam hal ini tanggungjawab tersebut lebih ditekankan pada tanggungjawab sosial dan tanggungjawab lingkungan hidup. Tanggung jawab manusia inilah yang kemudian menempatkan humanisme tertinggi dalam Islam (humanisme religius).
Menurut Nurcholish Madjid bahwa islam terdapat wawasan kemanusiaan yang berdasarkan konsep dasar bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitri, karena fitrahnya tersebut manusia memiliki sifat kesucian, yang kemudian dinyatakan dalam sikap-sikap yang suci dan baik kepada sesamanya. Dengan sifat fitrah manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah sehingga manusia mampu menjadi khalifah di muka Bumi, maka Allah juga menitipkan kelebihan yang lainnya kepada manusia yaitu kelebihan berfikir rasional dan kreatif.
Manusia menemukan kepribadiaanya yang utuh dan integral serta otentik, hanya jika ia memusatkan orientasi transendentalnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya, apabila manusia menempatkan harkat serta martabatnya kepada sesamanya,apalagi pada objek semacam gejala alam, maka ia akan kehilangan kebebasannya. Pada gilirannya, berakibat pula pada hilangnya kesempatan dan kemungkinan mengembangan diri ke tingkat yang setinggi- tingginya.
Jadi, menurut Cak Nur, dengan menempelkan tauhid sebagai landasan dasar orientasi kehidupan manusia yang dalam bahasa sehari-hari menjadikan ridha Tuhan sebagai titik tolak segala perbuatannya: Tuhan sebagai asal sekaligus tujuan hidupnya. Maka manusia telah menempatkan dirinya berdasarkan fitrahnya yang otentik dan merdeka dari segala macam bentuk tiran yang membelenggu pribadi manusia itu sendiri, sekaligus menghalangi menuju jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai-Nya dengan segenap cahaya kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Penulis: Nisa Hasanah
Posting Komentar