Manusia Modern Menurut Sayyed Hossein Nasr
lajurinfo.my.id/ Sayyed Hossein Nasr merupakan seorang filsuf pada abad kontemporer dan seorang intelektual islam yang dikenal dalam berbagai dunia. Ia dilahirkan pada tahun 1933 di Tehera, Iran. Nasr terkenal karena kontribusinya dalam bidang studi agama, filsafat dan ilmu pengetahuan alam. Nasr dalam pemikirannya didasrkan atas pemahaman tradisional islam yang kuat, dengan menekankan pada pentingnya untuk mempertahankan warisan intelektual dan spiritual islam yang kaya. Nasr juga mengadvokasi dialog antar agama dan pemahaman yang lebih mendlam tentang hubungan anatara agama dan sains.
Suatu persoalan yang dimiliki oleh manusia yaitu mengenai suatu hakikat manusia itu sendiri. Jika manusia itu tidak dapat mengetahui hakikat siapa dirinya, maka manusia itu tidak akan dapat mengenal siapa Tuhan-Nya. Apabila manusia mengenal Tuhannya maka hakikatnya manusia itu akan selamat, karena pada hakikatnya Tuhan sebagai sumber keselamatan.
Pemikiran Nasr mengenai manusia yang didorong oleh kegelisahan yang berkaitan dengan dunia modern yang dapat menjadikan manusia menjauh dari asal dan esensi kehidupannya sebagai manusia yang religious dan spiritual. Dengan menggunakan pendekatan tradisional inilah ia berusaha untuk menunjukkan bahwa manusia telah kehilangan makna dan tujuan hidupnya harus kembali kepada tradisional sehingga dalam mencapai misi penciptaannya manusia sebagai khalifah Tuhan di muka bumi ini dapat diemban dengan baik.
Manusia dalam pandangan Nasr adalah sebagai manusia sempurna yang dapat dicerminkan melalui sifat-sifat dan asma’ Tuhan dan seluruh alam semestayang bentuknya lebih kecil (mikrokosmos). Nasr, menggambarkan manusia yang dapat mengemban amanah dari Tuhan sebagai wakil-Nya (Khalifah) dimuka bumi dan sebagai jembatan penghubung antara langit dan bumi. Maka inilah yang disebut sebagai manusia sempurna (Al-Insan Al-Kamil).
Nasr juga mengkritik modernitas dan rasinalitas Barat, karena menurut Nasr terpengaruh dalam sebuah konsep Inasan Al-Kamil atau manusia tradisisonal. Karena dalam hal ini manusia telah menjadi bagian dari alam, dia sebagai struktur yang paling sempurna melalui tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana dalam pernyataan wahyu Tuhan, sebagai bagian dari alam dan sebagai pancaran spiritual dari Tuhan.
Nasr juga menegaskan bahwa manusia dengan segala karakteristiknyya yang tidak dapat terlepas dari dimensi ketuhanan. Untuk mendapatkan suatu hakikat dari pengetahuan mengenai hakikat dari manusia yang sebenarnya dapat dilakukan dengan menggali teks-teks agama, akan tetapi manusia ini lebih cenderung mengabaikannya sehingga ia tidak mengetahui arti dari sebuah kearifan spiritual dalam sebuah kehidupannya.
Manusia itu sebagai cerminana dari nama-nama dan sifat Tuhan, pantulan dari sifat Tuhan dalam diri manusia itu diibaratkan sebagai cermin yang memantulkan cahaya matahari. Sedangkan menurut Nasr, tujuan dari penciptaan manusia manjadi perwujudan dari Tuhan dan sebagai cerminan dari sebuah atribut dan namanya.
Sifat alami yang dimiliki manusia ini memiliki tubuh jasmani, tetapi sifat itu dapat mendominasi manusia itu sendiri. Akibat dari itu maka manusia akan kehilangan dimensi spiritual yang dimilikinya dan manusia akan cenderung menggunakan sebuah aklanya hanya untuk memenuhi suatu kebutuhan duniawinya saja.
Manusia mempunyai dua peran yaitu sebagai Khalifahtullah dan Abdullah, yang dimana sifat manusia secara mutlak harus tunduk dan patuh atas perintahnya Allah ini mutlak secara hukum alam. Manusia yang dituntut dalam menjalankan sebuah perjanjian antra ruh manusia dengan Tuhannya. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an (Q.S, 7 :172) yang artinya,: “Bukanlah aku ini Tuhanmu?” Tanya Allah dan manusi menjawab “Benar, kami mengakuinya”.
Jika manusia telah kehilangan sifat yang mendasar, mereka sebagai khalifah atau sebagai makhluk pilihan Tuhan yang dapat dilihat dari berkembangnya suatu ilmu pengetahuan yang ia miliki dan teknologinya dan potensi lain yang dapat ia miliki. Dan dampak perkembangan apa yang ia kembangkan terhadap alam dan terhadap manusia itu sendiri.
Menurut Nasr, manusia modern telah lupa siapa ia sesungguhnya karena manusia modern hidup dilingkungan eksistensinya, maka dalam pemikiran filsafat perenialnya Nasr sebagai suatu respon yang muncul setelah melihat dengan seksama krisis manusia modern. Manusia juga menghilangkan sesuatu yang abadi dalam dirinya karena itulah adanya suatu modernitas, sehingga menurut Nasr didalam diri manusia itu harus ada aspek terpenting yaitu aspek esensi, aspek eksistensi dan aspek intelektus atau disebut juga sebagai hati nurani.
Manusia modern yang hidup dalam sebuah dunia sosisal yang terdiri dari suatu nilai-nilai yang bertentangan dan tidak memberikan suatu kepastian akhir dalam sebuah kehidupan. Manusia modern yang dihapakan dengan tanggung jawab dan pilihan. Dalam suatu kondisi masyarakat manusia ini diberikan dua pilihan antara tetap bertahan atau tetap menyesuaikan dirinya, kemudian akan muncul sebuah pertanyaan akankah manusia modern ini akan bertahan ditengah guncangan modernisasi yang terhimpit oleh skularisme. Dengan demikian, dunia ini yang semakin panas yang akan menyebabkan manusia ini semakin kegerahan. Ini yang akan membawa manusia semakin kehilangan jati dirinya.
Kondisi manusia yang dialami oleh dunia Barat tampaknya tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami dengan dunia islam. Manusia dalam dunia kontemporer telah terombang-ambing oleh dua kekuatan yang berpihak pada tradisi islam, skularisai dan modernisasi. Manusia islam yang telah banyak terpengaruh oleh kehidupan modern mengenai cara pandang dan sebuah sistem nilai yang bertentangan.
Islam yang sebagai petunjuk bagi manusia ini dalam perjalanan hidupnya yang berdasarkan pandangan manusia sebagai khalifah Allah sekaligus hamba sempurna serta menaati sebuah perintah-Nya. Kekuasaan manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang ditekankan dengan sebuah penghambaannya kepada Allah, sehingga manusia ini akan dianggap sebgaia khalifah Allah didunia ini.
Menurut Nasr, manusia modern cenderung kehilangan hubungannya dengan alam, tradisi dan spiritualitas karena terlalu berfokus terhadap kemajuan teknologi dan materialisme. Nasr juga berpendapat bahwa manusia modern juga mengalami krisis eksistensial karena kehilangan makna hidup dan tujuan yang lebih tinggi. Nasr juga memandang bahwa manusia modern juga kembali mengembangkan kesadaran spiritual dan kembali berhubungan dengan alam serta nilai-nilai tradisional untuk mencapai keseimbangan dan kebahagiaan yang sejati.
Hakikat dari manusia menurut Nasr bahwasannya ia berpendapat bahwa manusia sebagai bentuk refleksi dari nama-nama dan sifat dari Tuhan. Refleksi dari sufat Tuhan ini, dalam diri manusia sebagaimana bentuk cerminan yang merefleksikan cahaya matahari. Dalam hal ini tujuan dari penciptaan manusia untuk menjadi pengejawantahan Tuhan sebagai refleksi atas sifat dan nama-Nya.
Penulis: Dewi Risma Yanti
Posting Komentar