Wanita, Kekerasan Seksual, dan Keadilan: Analisis Feminisme Kontemporer



lajurinfo.my.id/ Wanita adalah tiang utama dalam struktur kehidupan. Wanita juga sering dijadikan sebagai tokoh utama dalam kekerasan seksual yang di lakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan itu tidak jarang terjadi di lingkungan masyarakat bahkan keluarga dan orang tua. Banyak kita melihat dan mendengar kasus kasus kekerasan seksual yang terjadi di rumahnya bahkan dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Orang yang seharusnya memberikan perlindungan, justru melakukan kejahatan bahkan kekerasan seksual. Ketua KPAI, mengatakan bahwa anggota keluarga, seperti ayah kandung ataupun saudara, merupakan pelaku pelanggaran hak anak tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Dilansir dari data KPAI jumlah kekerasan seksual yang dialami Perempuan di Indonesia pada tahun 2024 berkisar 8.535 orang. Pelanggaran tersebut tidak hanya terbatas pada kekerasan seksual, namun termasuk di dalamnya. 

Kekerasan seksual terhadap wanita adalah masalah global yang mengakar dalam berbagai lapisan masyarakat, termasuk di negara-negara dengan mayoritas Muslim seperti di Indonesia. Pelecehan seksual yang dialami perempun juga sering terjadi dilingkungan Pendidikan seperti sekolah dan kampus. Dimana sarana seperti sekolah dan kampus yang seharusnya menjadi tempat Pendidikan bagi siswa maupun mahasiwa menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual yang tidak jarang di lakukan oleh guru atau dosen nya sendiri dengan menggunakan berbagai modus dari kesulitan murid atau mahasiswanya demi menyalurkan hawa nafsu bejat nya. Seperti yang dilansir dari artikel BBC News Indonesia terkait kasus " Dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Pancasila disebut sebagai "kasus pertama yang menjerat pejabat tertinggi di kampus”. Dimana korban pelecehannya berjumlah 2 orang. Dari pengakuan para korban, kejadian itu berlangsung pada Januari dan Februari 2023. Modus yang dipakai terduga pelaku adalah meminta korban untuk datang ke ruangannya untuk membicarakan pekerjaan. Dari peristiwa tersebut meski sudah berbagai hukum dan ajaran agama mengecam kekerasan seksual, kenyataannya banyak wanita yang menjadi korban merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil. Ketidakadilan ini sering diperparah oleh stigma sosial, sistem hukum yang tidak memihak, dan budaya patriarki yang kuat.

Korban kekerasan seksual sering kali menghadapi stigma sosial yang berat. Mereka tidak hanya menderita akibat kejahatan yang menimpa mereka, tetapi juga harus menghadapi masyarakat yang cenderung menyalahkan korban. Stigma ini menghambat banyak korban untuk melapor, mencari bantuan, atau bahkan berbicara tentang pengalaman mereka. Dalam banyak kasus, korban dianggap merusak kehormatan keluarga, yang kemudian menambah tekanan psikologis dan sosial yang harus mereka tanggung. Ketakutan akan dikucilkan atau dipermalukan sering kali membuat korban memilih untuk diam, membiarkan pelaku bebas tanpa hukuman. Sistem hukum di banyak negara juga sering kali tidak berpihak pada korban kekerasan seksual. Dalam beberapa sistem hukum yang masih dipengaruhi oleh interpretasi tradisional, korban kekerasan seksual harus memenuhi syarat bukti yang sangat ketat. Misalnya, dalam beberapa yurisdiksi, korban harus menghadirkan saksi mata untuk mendukung klaim mereka, sebuah persyaratan yang sangat sulit dipenuhi.

Proses hukum yang panjang, berbelit-belit, dan tidak ramah korban membuat banyak wanita enggan melaporkan kejahatan ini. Ketidakmampuan sistem hukum untuk memberikan keadilan yang cepat dan tegas sering kali membuat korban merasa putus asa dan tidak berdaya.Budaya patriarki yang kuat juga memainkan peran besar dalam melanggengkan kekerasan seksual terhadap wanita. Patriarki tidak hanya menempatkan wanita dalam posisi yang lebih rendah, tetapi juga membentuk norma-norma sosial yang cenderung merendahkan wanita dan mengabaikan hak-hak mereka. Dalam masyarakat patriarkal, kekerasan seksual sering kali dianggap sebagai sesuatu yang harus diterima wanita, dan pria yang menjadi pelaku sering kali dilindungi atau dianggap tidak bersalah. Budaya ini menciptakan lingkungan yang subur bagi kekerasan seksual dan membuat upaya untuk mencapai keadilan menjadi sangat sulit. 

Feminisme kontemporer menawarkan berbagai pendekatan untuk mengatasi masalah kekerasan seksual terhadap wanita. Pendekatan ini mencakup penafsiran ulang terhadap teks-teks agama, advokasi untuk reformasi hukum, dan perubahan sosial yang lebih luas. Feminisme kontemporer menekankan pentingnya mendengarkan suara korban dan memastikan bahwa sistem hukum memberikan perlindungan yang memadai bagi mereka. Ini termasuk merumuskan ulang standar bukti dan prosedur hukum untuk kasus kekerasan seksual, serta memastikan bahwa proses hukum ramah korban dan memberikan dukungan yang diperlukan. Pendekatan feminis juga menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran publik dalam mengubah norma-norma sosial yang merendahkan wanita. Melalui kampanye kesadaran dan pendidikan, feminis berupaya mengubah cara masyarakat memandang kekerasan seksual dan korban. Mereka berusaha untuk menghilangkan stigma yang melekat pada korban kekerasan seksual dan memastikan bahwa masyarakat memahami bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan yang serius dan tidak bisa diterima dalam bentuk apapun. Dalam perspektif feminisme kontemporer, wanita dipandang sebagai individu yang memiliki hak-hak yang sama dengan pria dan berhak untuk hidup bebas dari segala bentuk kekerasan dan penindasan. Kekerasan seksual, yang sering kali terjadi dalam berbagai bentuk dan konteks, mencerminkan ketidaksetaraan gender yang masih mengakar dalam masyarakat. Masalah ini tidak hanya menyangkut tindakan individu, tetapi juga terkait dengan struktur kekuasaan yang memungkinkan terjadinya kekerasan dan ketidakadilan. 

Feminisme kontemporer juga menyoroti pentingnya memahami akar masalah kekerasan seksual terhadap wanita. Faktor-faktor seperti budaya pelecehan, ketidaksetaraan ekonomi, dan stereotip gender yang merugikan menjadi sorotan utama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan. Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang konsep consent, kesetaraan, dan keadilan menjadi landasan penting dalam menanggapi kasus kekerasan seksual dengan bijaksana dan tegas. Kekerasan seksual terhadap wanita adalah masalah serius yang memerlukan perhatian khusus dalam masyarakat modern. Pendekatan feminisme kontemporer menawarkan solusi yang efektif untuk mengatasi stigma, ketidakadilan, dan budaya patriarki yang masih ada. Dengan langkah-langkah progresif seperti penafsiran ulang teks-teks agama, reformasi hukum, dan perubahan sosial yang lebih luas, feminis berupaya menciptakan lingkungan yang lebih adil dan aman bagi semua wanita. Melalui upaya bersama dari masyarakat, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil, diharapkan keadilan bagi wanita korban kekerasan seksual dapat terwujud di era modern.


Penulis: Cindi Nurmaya 




Post a Comment